Menggapai Ridha Allah
Khutbah
Pertama:
اَلْحَمْدُ
لِلَّهِ، اَلْحَمْدُ لِلَّهِ اَلَّذِيْ كَتَبَ عَلَى الدُنْيَا الفَنَاءُ، وَمَنْ
سَلَكَ الْهُدَى كَتَبَ لَهُ الرِّضَى، أَحْمَدُهُ – سُبْحَانَهُ – وَالشُّكْرُ
عَلَامَةُ الصِّدْقِ وَالوَفَاءُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ
وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهٌ فِي الأَرْضِ وَفِي السَّمَاءِ، وَأَشْهَدُ
أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ اَلْمَبْعُوْثُ
بِالرَّحْمَةِ وَالهُدَى، صَلَّى اللهُ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنِ اقْتَفَى.
أَمَّا
بَعْدُ:
فَأُوْصِيْكُمْ
وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهَ، قَالَ اللهُ تَعَالَى: يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
Ibadallah,
Meraih
keridhaan Allah Ta’ala adalah tujuan tertinggi dan teragung, bahkan ia
merupakan tujuan para penghuni surga. Allah Ta’ala berfirman:
وَرِضْوَانٌ
مِنَ اللَّهِ أَكْبَرُ ذَلِكَ هُوَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ
“Dan
keridhaan Allah adalah lebih besar; itu adalah keberuntungan yang besar.” (QS.
At-Taubah: 72).
Maka tidak
ada yang lebih dicintai dan lebih mulia serta lebih besar dari keridhaan Allah.
Bahkan meraih keridhaan Allah adalah impian yang mulia, yang karenanya mata orang-orang
yang khosyah menangis, hati-hati kaum shalihin bersiap-siap untuk meraihnya,
serta kaki-kaki bengkak dan pecah karena sholat di kegelapan malam.
Keridhaan
ini dijadikan oleh Allah lebih dari surga, sebagai tambahan atas karunia surga.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ الله –
عز وجل – يَقُولُ لأَهْلِ الجَنَّةِ : يَا أهْلَ الجَنَّةِ ، فَيقولُونَ :
لَبَّيكَ رَبَّنَا وَسَعْدَيْكَ ، فَيقُولُ : هَلْ رَضِيتُم ؟ فَيقُولُونَ : وَمَا
لَنَا لاَ نَرْضَى يَا رَبَّنَا وَقَدْ أَعْطَيْتَنَا مَا لَمْ تُعْطِ أحداً مِنْ
خَلْقِكَ ، فَيقُولُ : ألاَ أُعْطِيكُمْ أفْضَلَ مِنْ ذلِكَ ؟ فَيقُولُونَ :
وَأيُّ شَيءٍ أفْضَلُ مِنْ ذلِكَ ؟ فَيقُولُ : أُحِلُّ عَلَيكُمْ رِضْوَانِي فَلاَ
أسْخَطُ عَلَيْكُمْ بَعْدَهُ أبَداً
“Sesungguhnya
Allah ‘Azza wa Jalla berkata kepada penghuni surga, “Wahai penghuni
surga..”, mereka berkata, “Kami memenuhi panggilan-Mu, kami mentaati-Mu”. Allah
berkata, “Apakah kalian ridha (puas)?”, maka mereka berkata, “Kenapa kami tidak
ridha (puas) sementara Engkau telah memberikan kepada kami apa yang tidak
Engkau berikan kepada seorang pun dari ciptaan-Mu”. Maka Allah berkata, “Maukah
Aku berikan kepada kalian yang lebih baik dari ini?”. Mereka berkata, “Apakah
yang lebih baik dari ini?”. Allah berkata, “Aku telah menurunkan kepada kalian
keridhaan-Ku, maka Aku tidak akan marah kepada kalian setelah ini
selama-lamanya.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim).
Mencari
keridhaan Allah adalah poros kehidupan para Nabi dan kaum shalihin. Musa ‘alaihissalam
bersegera menuju keridhaan Allah, beliau berkata:
وَعَجِلْتُ
إِلَيْكَ رَبِّ لِتَرْضَى
“Dan aku
bersegera kepada-Mu. Ya Tuhanku, agar supaya Engkau ridha (kepadaku)”. (QS.
Thaha: 84).
Nabi
Sulaiman bersyukur kepada Rabnya dengan beramal dalam mengharapkan
keridhaanNya. Ia berkata:
رَبِّ
أَوْزِعْنِي أَنْ أَشْكُرَ نِعْمَتَكَ الَّتِي أَنْعَمْتَ عَلَيَّ وَعَلَى
وَالِدَيَّ وَأَنْ أَعْمَلَ صَالِحًا تَرْضَاهُ وَأَدْخِلْنِي بِرَحْمَتِكَ فِي
عِبَادِكَ الصَّالِحِينَ
“Ya Tuhanku
berilah aku ilham untuk tetap mensyukuri nikmat-Mu yang telah Engkau
anugerahkan kepadaku dan kepada dua orang ibu bapakku dan untuk mengerjakan
amal saleh yang Engkau ridhai; dan masukkanlah aku dengan rahmat-Mu ke dalam
golongan hamba-hamba-Mu yang salih”. (QS. An-Naml: 19).
Dan kita
melihat adab yang tinggi ini dari pemilik adab yang agung yaitu Rasul kita shallallahu
‘alaihi wa sallam, dimana beliau beradab –dalam berucap- kepada Rabnya
tatkala bersedih karena mengharap keridhaan-Nya tatkala Ibrahim putra beliau
wafat. Beliau berkata:
تَدْمَعُ
الْعَيْنُ وَيَحْزَنُ الْقَلْبُ وَلاَ نَقُوْلُ إِلاَّ مَا يُرْضِي رَبَّنَا
وإِنَّا بِكَ يَا إِبْرَاهِيْمُ لَمَحْزُوْنُوْنَ
“Mata
menangis, hati bersedih, dan kami tidaklah mengucapkan kecuali yang
mendatangkan keridhaan Rab kami, dan sungguh kami bersedih dengan kepergianmu
wahai Ibrahim.” (HR. Muslim).
Tujuan yang
tertinggi di sisi Rasul kita shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah meraih
keridhaan Allah, dan kehidupan beliau berporos kepada mencari keridhaan Allah.
Beliau memohon kepada Allah agar Allah memberi petunjuk kepadanya untuk
melakukan amalan yang mendatangkan keridhaan Allah Subhanahu wa Ta’ala,
beliau berkata:
أَسْأَلُكَ
مِنَ الْعَمَلِ مَا تَرْضَى
“Aku memohon
kepada-Mu dari amalan yang Engkau ridhai.”
Beliau juga
berkata:
وَأَرْضِنَا
وَارْضَ عَنَّا
“Jadikanlah
kami ridha (menerima) dan ridhailah kami.”
Beliau juga
berkata:
الْحَمْدُ
لَكَ حَتَّى تَرْضَى
“Segala puji
bagi-Mu hingga Engkau ridha.”
Maka
kehidupan dibawah naungan tujuan ini, dan mendidik jiwa di atas tujuan ini,
akan mengumpulkan kebaikan agama dan dunia, mengasas pertumbuhan yang terarah
maju, keberhasilan yang berkesinambungan dalam seluruh perencanaan dan kegiatan
kita, yaitu tatkala kita menjadikan misi kita yang tertinggi adalah meraih
keridhaan Allah.
Tentu tidak
sama antara orang yang mencari keridhaan Allah dengan orang yang kembali
membawa kemurkaan Allah dalam menyelusuri jalan kehidupan dan perkembangannya,
dalam harta, dan dalam kesudahan. Barangsiapa yang mencari keridhaan Allah,
maka ia akan mengikuti perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya, menempuh jalan
orang-orang yang shalih, serta beramal dengan amalan orang yang selalu merasa
diawasi dan dilihat oleh Rabnya. Maka ia akan semangat menuju ketaatan Allah,
dan ia akan mengarahkan dunianya kepada jalan Allah, dan ia akan memakmurkan
bumi dengan kebaikan dan keterampilan.
Allah
berfirman:
أَفَمَنِ
اتَّبَعَ رِضْوَانَ اللَّهِ كَمَنْ بَاءَ بِسَخَطٍ مِنَ اللَّهِ
“Apakah
orang yang mengikuti keridhaan Allah sama dengan orang yang kembali membawa
kemurkaan (yang besar) dari Allah.” (QS. Ali Imran: 162).
Ini
merupakan peraturan yang mulia, tidak sama antara orang yang mengikuti
keridhaan Allah dengan orang yang kembali membawa kemarahan Allah. Barangsiapa
yang memilih keburukan sebagai jalannya maka ia menyelisihi perintah Allah,
melanggar larangan-Nya, bumi pun tertimpa kemudharatan karena buruknya dan
hukuman maksiat yang ia lakukan, dan ia kembali dengan kemurkaan Allah.
Kaum
mukminin berusaha meraih keridhaan Allah dengan megikhlaskan amal hanya untuk
Allah, yang hal ini akan mengangkat nilai amalan, dan memperindah kesempatan
produktivitas, serta memperkuat kualitas produk. Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا لأحَدٍ
عِنْدَهُ مِنْ نِعْمَةٍ تُجْزَى (١٩)إِلا ابْتِغَاءَ وَجْهِ رَبِّهِ الأعْلَى
(٢٠)وَلَسَوْفَ يَرْضَى (٢١)
“Padahal
tidak ada seseorang pun memberikan suatu nikmat kepadanya yang harus
dibalasnya, tetapi (dia memberikan itu semata-mata) karena mencari keridhaan
Tuhannya yang Maha tinggi. Dan kelak Dia benar-benar mendapat kepuasan.” (QS.
Al-Lail: 19-21).
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ فَارَقَ
الدُّنْيَا عَلَى الإِخْلاَصِ للهِ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَقَامَ
الصَّلاَةَ وَآتَى الزَّكَاةَ فَارَقَهَا وَاللهُ عَنْهُ رَاضٍ
“Barangsiapa
yang meninggalkan dunia di atas keikhlasan hanya untuk Allah semata tidak ada
sekutu bagiNya, dan menegakkan sholat serta menunaikan zakat, maka ia telah
meninggalkan dunia dalam kondisi Allah ridha kepadanya.” (HR. Ibnu Majah, dan
dishahihkan oleh al-Hakim dalam al-Mustadrok)
Berusaha
mencari keridhaan Allah merupakan indikasi As-Sidq (jujur/tulus) terhadap
Allah, dan inilah yang akan bermanfaat pada hari kiamat.
قَالَ
اللَّهُ هَذَا يَوْمُ يَنْفَعُ الصَّادِقِينَ صِدْقُهُمْ لَهُمْ جَنَّاتٌ تَجْرِي
مِنْ تَحْتِهَا الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا أَبَدًا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
وَرَضُوا عَنْهُ ذَلِكَ الْفَوْزُ الْعَظِيمُ (١١٩)
Allah
berfirman: “Ini adalah suatu hari yang bermanfaat bagi orang-orang yang
benar/tulus ketulusan mereka. Bagi mereka surga yang dibawahnya mengalir
sungai-sungai; mereka kekal di dalamnya selama-lamanya; Allah ridha
terhadapNya. Itulah keberuntungan yang paling besar”. (QS. Al-Maidah: 119).
Orang-orang
yang jujur/tulus meraih keistimewaan ini karena perbuatan mereka membenarkan
perkataan mereka. Maka, apakah nilai sebuah keshalihan lahiriah agar dilihat
oleh orang-orang sehingga memujinya, akan namun tatkala ia bersendirian maka
iapun menunjukkan kepada Allah sikap penyelisihan.
Mendahulukan
keridhaan Allah atas selainnya merupakan keselamatan dari kemunafikan.
يَحْلِفُونَ
بِاللَّهِ لَكُمْ لِيُرْضُوكُمْ وَاللَّهُ وَرَسُولُهُ أَحَقُّ أَنْ يُرْضُوهُ
إِنْ كَانُوا مُؤْمِنِينَ
“Mereka
bersumpah kepada kamu dengan (nama) Allah untuk mencari keridhaanmu, Padahal
Allah dan Rasul-Nya Itulah yang lebih patut mereka cari keridhaannya jika mereka
adalah orang-orang yang mukmin.” (QS. At-Taubah: 62).
Maka tidak
akan diraih keridhaan hanya dengan menampakkan keimanan jika tidak disertai
dengan pembenaran hati.
فَإِنَّ
اللَّهَ لا يَرْضَى عَنِ الْقَوْمِ الْفَاسِقِينَ (٩٦)
“Sesungguhnya
Allah tidak ridha kepada orang-orang yang fasik itu.” (QS. At-Taubah: 96).
Barangsiapa
yang mencari keridhaan Allah maka hendaknya ia berlepas dari kemunafikan dan
durhaka terhadap perintah Allah.
Al-Walaa
(mencintai karena Allah) dan Al-Bara’ (membenci karena Allah) merupakan
landasan keridhaan Allah, yaitu seorang muslim mencintai Allah dan mencintai
siapa yang mencintai Allah dan mencintai agama-Nya. Serta membenci siapa yang
membenci Allah dan memerangi agama-Nya, Ia loyal kepada kaum mukminin dan
menolong mereka, tidak suka dengan kaum munafik dan membenci mereka.
Allah
berfirman :
لا تَجِدُ
قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ وَالْيَوْمِ الآخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ
اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا آبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ
إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ أُولَئِكَ كَتَبَ فِي قُلُوبِهِمُ الإيمَانَ
وَأَيَّدَهُمْ بِرُوحٍ مِنْهُ وَيُدْخِلُهُمْ جَنَّاتٍ تَجْرِي مِنْ تَحْتِهَا
الأنْهَارُ خَالِدِينَ فِيهَا رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ أُولَئِكَ
حِزْبُ اللَّهِ أَلا إِنَّ حِزْبَ اللَّهِ هُمُ الْمُفْلِحُونَ (٢٢)
“Kamu tak
akan mendapati kaum yang beriman pada Allah dan hari akhirat, saling
berkasih-sayang dengan orang-orang yang menentang Allah dan Rasul-Nya,
Sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau anak-anak atau saudara-saudara
ataupun keluarga mereka. mereka Itulah orang-orang yang telah menanamkan
keimanan dalam hati mereka dan menguatkan mereka dengan pertolongan yang datang
daripada-Nya. dan dimasukan-Nya mereka ke dalam surga yang mengalir di bawahnya
sungai-sungai, mereka kekal di dalamnya. Allah ridha terhadap mereka, dan
merekapun merasa puas terhadap (limpahan rahmat)-Nya. mereka Itulah golongan
Allah. ketahuilah, bahwa Sesungguhnya hizbullah itu adalah golongan yang
beruntung.” (QS. Al-Mujadalah: 22).
Barangsiapa
yang bersyukur kepada Allah dengan hati dan anggota tubuhnya maka ia meraih
keridhaan Allah. Allah berfirman:
وَإِنْ
تَشْكُرُوا يَرْضَهُ لَكُمْ
“Dan jika
kamu bersyukur, niscaya Dia meridhai bagimu kesyukuranmu itu.” (QS. Az-Zumar:
7).
Dan
Rasulullah shallallahu ‘alahi wa sallam bersabda:
إنَّ اللهَ
لَيَرْضَى عَنِ العَبْدِ أنْ يَأكُلَ الأَكْلَةَ ، فَيَحمَدَهُ عَلَيْهَا ، أَوْ
يَشْرَبَ الشَّرْبَةَ ، فَيَحْمَدَهُ عَلَيْهَا
“Sesungguhnya
Allah sangat ridha kepada seorang hamba yang memakan makanan lalu memuji Allah
karena makanan tersebut, atau meminum suatu minuman lalu memuji Allah
karenanya.” (HR. Muslim).
Orang-orang
yang selalu ruku dan sujud maka nampak cahaya di wajah mereka dengan air wudu,
berseri dengan cahaya sholat, mereka meraih keridhaan Rab mereka. Allah
berfirman:
مُحَمَّدٌ
رَسُولُ اللَّهِ وَالَّذِينَ مَعَهُ أَشِدَّاءُ عَلَى الْكُفَّارِ رُحَمَاءُ
بَيْنَهُمْ تَرَاهُمْ رُكَّعًا سُجَّدًا يَبْتَغُونَ فَضْلا مِنَ اللَّهِ
وَرِضْوَانًا سِيمَاهُمْ فِي وُجُوهِهِمْ مِنْ أَثَرِ السُّجُودِ
“Muhammad
itu adalah utusan Allah dan orang-orang yang bersama dengan Dia adalah keras
terhadap orang-orang kafir, tetapi berkasih sayang sesama mereka. kamu Lihat
mereka ruku dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda
mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (QS. Al-Fath: 29).
Barangsiapa
yang meninggalkan syahwatnya karena Allah dan mengedepankan keridhaan Rabnya di
atas hawa nafsunya maka ia meraih keridhaan Allah, dan terwujudkan apa yang ia
cita-citakan. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
قَالَ رَبُّكُمْ
عَزَّ وَجَلَّ : عَبْدِي تَرَكَ شَهْوَتَهُ وَطَعَامَهُ وَشَرَابَهُ ابْتِغَاءَ
مَرْضَاتِي، وَالصَّوْمُ لِي وَأَنَا أَجْزِي بِهِ
Rab kalian ‘Azza
wa Jalla berkata: “Hambaku meninggalkan syahwatnya, makanannya, dan
minumannya karena mencari keridhaan-Ku, dan puasa adalah untuk-Ku dan Aku yang
akan memberi ganjarannya.” (HR. Ahmad di Musnadnya dengan sanad yang shahih)
Adapun
dzikir kepada Allah maka ia adalah amalan yang paling mendatangkan keridhaan
Allah. Dan sesungguhnya seorang yang berdzikir ia mendapati keridhaan pada
dirinya, ketenangan di dadanya, dan kebahagiaan di hatinya. Renungkanlah firman
Allah Ta’ala tatkala Allah berbicara kepada Nabi-Nya shallallahu
‘alaihi wa sallam dan ini juga ditujukan kepada kaum mukminin:
فَاصْبِرْ
عَلَى مَا يَقُولُونَ وَسَبِّحْ بِحَمْدِ رَبِّكَ قَبْلَ طُلُوعِ الشَّمْسِ
وَقَبْلَ غُرُوبِهَا وَمِنْ آنَاءِ اللَّيْلِ فَسَبِّحْ وَأَطْرَافَ النَّهَارِ
لَعَلَّكَ تَرْضَى (١٣٠)
“Maka
sabarlah kamu atas apa yang mereka katakan, dan bertasbihlah dengan memuji
Tuhanmu, sebelum terbit matahari dan sebelum terbenamnya dan bertasbih pulalah
pada waktu-waktu di malam hari dan pada waktu-waktu di siang hari, supaya kamu
merasa ridha/senang.” (QS. Thaha: 130).
Perkataan
yang baik memiliki kemuliaan pada kandungan maknanya, keindahan yang dirasakan
oleh telinga yang mendengarnya, serta pengaruh yang mendalam di dalam jiwa.
Dengan perkataan tersebut Allah akan mengangkat derajatmu tanpa kau sadari.
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
إنَّ
العَبْدَ لَيَتَكَلَّمُ بِالكَلِمَةِ مِنْ رِضْوَانِ الله تَعَالَى مَا يُلْقِي
لَهَا بَالاً يَرْفَعُهُ اللهُ بِهَا دَرَجاتٍ
“Sesungguhnya
seorang hamba benar-benar mengucapkan satu perkataan yang diridhai oleh Allah,
yang tidak ia pedulikan perkataan tersebut, maka Allah mengangkatnya beberapa
derajat karena perkataan tersebut.” (HR. Al-Bukhari).
Apakah
seorang muslim lupa jalan terdekat untuk mencari keridhaan Allah?, metode
terkuat dan teragung serta termulia dan terindah?, yaitu dengan meraih
keridhaan kedua orang tua. Dan yang lebih mengena daripada ini, bahwasanya
keridhaan ibu dan ayah bergandengan dengan keridhaan Rob. Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
رِضَا
الرَّبِّ فِي رِضَا الْوَالِدَيْنِ وَسَخَطُهُ فِي سَخَطِهِمَا
“Keridhaan
Rab pada keridhaan kedua orang tua, dan kemarahan Rab pada kemarahan keduanya.”
(HR. al-Bazzar).
Barangsiapa
yang diridhai oleh Allah maka ia akan meraih kebahagiaan dan ketentraman.
رَضِيَ
اللَّهُ عَنْهُمْ وَرَضُوا عَنْهُ
“Allah ridha
terhadap mereka dan merekapun ridha kepadanya.” (QS. Al-Bayyinah: 8).
Dan sejuk
pandangannya dengan keridhaan Rabnya kepadanya, maka ia tidak akan menempuh
suatu jalan pun kecuali dimudahkan oleh Allah, tidaklah ia mengetuk satu pintu
kebaikanpun kecuali akan dibukakan oleh Allah dan diberkahi oleh Allah.
Jika Allah
telah ridha kepada seorang hamba maka Allah menerima sedikit amalannya dan
Allah akan mengembangkannya, serta Allah akan memaafkan kesalahannya yang
banyak dan menghapusnya. Barangsiapa yang diridhai oleh Allah maka ia akan
meraih syafaat pada hari kiamat. Allah berfirman:
يَوْمَئِذٍ
يَتَّبِعُونَ الدَّاعِيَ لا عِوَجَ لَهُ وَخَشَعَتِ الأصْوَاتُ لِلرَّحْمَنِ فَلا
تَسْمَعُ إِلا هَمْسًا (١٠٨)يَوْمَئِذٍ لا تَنْفَعُ الشَّفَاعَةُ إِلا مَنْ أَذِنَ
لَهُ الرَّحْمَنُ وَرَضِيَ لَهُ قَوْلا (١٠٩)
“Pada hari
itu manusia mengikuti (menuju kepada suara) penyerudengan tidak berbelok-belok;
dan merendahlah semua suara kepada Tuhan yang Maha pemurah, Maka kamu tidak
mendengar kecuali bisikan saja. Pada hari itu tidak berguna syafaat, kecuali
(syafaat) orang yang Allah Maha Pemurah telah memberi izin kepadanya, dan Dia
telah meridhai perkataannya.” (QS. Thaha: 108-109).
Orang-orang
yang meraih ridha Allah adalah orang-orang yang dimuliakan, yang bahagia di
dunia, dan tenang di akhirat.
يَا
أَيَّتُهَا النَّفْسُ الْمُطْمَئِنَّةُ (٢٧)ارْجِعِي إِلَى رَبِّكِ رَاضِيَةً
مَرْضِيَّةً
“Hai jiwa
yang tenang, Kembalilah kepada Tuhanmu dengan hati yang puas lagi
diridhai-Nya.” (QS. Al-Fajr: 27-28).
Mereka
meraih kemuliaan kesudahan yang indah.
فَادْخُلِي فِي عِبَادِي (٢٩)
“Maka
masuklah ke dalam jamaah hamba-hamba-Ku.” (QS. Al-Fajr: 29).
Dan jika
tubuh mereka telah meninggalkan dunia maka merekapun diberi kabar gembira
dengan kenikmatan yang kekal abadi.
وَادْخُلِي جَنَّتِي (٣٠)
“Masuklah ke
dalam syurga-Ku.” (QS. Al-Fajr: 30).
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي القُرْآنِ العَظِيْمِ،
وَنَفَعْنِي وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ الآيَاتِ وَالذِّكْرِ الحَكِيْمِ،
أَقُوْلُ قَوْلِي هَذَا، وَأَسْتَغْفِرُ اللهَ العَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ،
فَاسْتَغْفِرُوْهُ، إِنَّهُ هُوَ الغَفُوْرُ الرَحِيْمُ.
Khutbah
Kedua:
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ عَلَى نِعْمَةِ الخَيْرِ
وَالطَاعَاتِ، أَحْمَدُهُ – سُبْحَانَهُ – وَأَشْكُرُهُ عَلَى المَكْرُمَاتِ،
وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيْكَ لَهُ إِلَهُ
البَرِّيَاتِ، وَأَشْهَدُ أَنَّ سَيِّدَنَا وَنَبِيَّنَا مُحَمَّدًا عَبْدُ اللهِ
وَرَسُوْلُهُ المُفَضِّلُ عَلَى العِبَادِ بِالرَّحْمَاتِ، صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَلْفَائِزِيْنَ بِالرِّضَا وَالْجَنَّاتِ.
أَمَّا بَعْدُ:
فَأُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِي بِتَقْوَى اللهِ.
Ibadallah,
Kelirulah
orang yang menyangka bahwa kekayaan dan kemiskinan memiliki hubungan dengan
keridhaan dan kemarahan Allah, karena Allah memberikan harta kepada mukmin dan
kafir. Allah berfirman:
كُلا نُمِدُّ هَؤُلاءِ وَهَؤُلاءِ مِنْ عَطَاءِ رَبِّكَ
وَمَا كَانَ عَطَاءُ رَبِّكَ مَحْظُورًا (٢٠)
“Kepada
masing-masing golongan baik golongan ini maupun golongan itu Kami berikan
bantuan dari kemurahan Tuhanmu. dan kemurahan Tuhanmu tidak dapat dihalangi.”
(QS. Al-Isra': 20).
Sempitnya
rezeki bukanlah indikasi akan kemarahan Allah, dan kekayaan juga tidaklah
berarti Allah ridha. Lihatlah Qorun telah diberikan harta yang banyak serta
perbendaharaan akan tetapi tidak menunjukkan bahwa Allah ridha kepadanya,
karena Allah membenamkannya dan rumahnya ke dalam bumi.
فَأَمَّا الإنْسَانُ إِذَا مَا ابْتَلاهُ رَبُّهُ
فَأَكْرَمَهُ وَنَعَّمَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَكْرَمَنِ (١٥)وَأَمَّا إِذَا مَا
ابْتَلاهُ فَقَدَرَ عَلَيْهِ رِزْقَهُ فَيَقُولُ رَبِّي أَهَانَنِ (١٦)
“Adapun
manusia apabila Tuhannya mengujinya lalu Dia dimuliakan-Nya dan diberi-Nya
kesenangan, Maka Dia akan berkata: “Tuhanku telah memuliakanku”. Adapun bila
Tuhannya mengujinya lalu membatasi rezekinya Maka Dia berkata: “Tuhanku
menghinakanku”.” (QS. Al-Fajr: 15-16).
Di antara
pernyakit adalah ingin tampil dengan amal shalih dan berharap keridhaan
manusia. Dan yang lebih berbahaya dari ini adalah mengharapkan keridhaan
manusia dengan mendatangkan kemarahan Allah, dan ikut-ikutan manusia dalam
kesesatan mereka dan kefasikan mereka. Bisa jadi ia melakukan perkara yang
haram karena takut kepada manusia, terkadang ia tetap duduk di majelis
kemungkaran agar kerabatnya atau sahabatnya tidak marah, atau ia meninggalkan
suatu kewajiban karena nggak enak dengan celaan mereka.
Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
ومن التمس رضى النَّاسِ بِسَخَطِ اللَّهِ سَخَطَ اللَّهُ
عَلَيْهِ وَأَسْخَطَ عليه الناسَ
“Barangsiapa
yang mencari keridhaan manusia dengan kemarahan Allah maka Allah akan marah
kepadanya dan menjadikan manusia marah kepadanya.”
أَلَا وَصَلُّوْا –عِبَادَ اللهِ – عَلَى رَسُوْلِ
الهُدَى: فَقَدْ أَكْرَمَ اللهُ بِذَلِكَ فِي كِتَابِهِ، فَقَالَ: إِنَّ اللَّهَ
وَمَلَائِكَتَهُ يُصَلُّونَ عَلَى النَّبِيِّ ۚ يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا
صَلُّوا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوا تَسْلِيمًا.
اَللَّهُمَّ
صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى آلِ
إِبْرَاهِيْمَ، وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَأَزْوَاجِهِ وَذُرِّيَّتِهِ، كَمَا
بَرَكْتَ عَلَى آلِ إِبْرَهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ.
اَللَّهُمَّ
أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ
وَالمُسْلِمِيْنَ ، اَللَّهُمَّ أَعِزَّ الإِسْلَامَ وَالمُسْلِمِيْنَ ، وَأَذِلَّ
الشِرْكَ وَالمُشْرِكِيْنَ ، وَدَمِّرْ أَعْدَاءَ الدِّيْنَ وَاحْمِ حَوْزَةَ
الدِّيْنَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ الجَنَّةَ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهِ مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ،
وَنَعُوْذُ بِكَ مِنَ النَّارِ وَمَا قَرَّبَ إِلَيْهِ مِنْ قَوْلٍ وَعَمَلٍ.
اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ مِنَ الخَيْرِ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ، مَا عَلِمْنَا مِنْهُ
وَمَا لَمْ نَعْلَمْ، وَنَعُوْذُبِكَ مِنَ الشَّرِّ كُلِّهِ عَاجِلِهِ وَآجِلِهِ،
مَا عَلِمْنَا مِنْهُ وَمَا لَمْ نَعْلَمْ.
اَللَّهُمَّ
أَصْلِحْ لَنَا دِيْنَنَا الَّذِيْ هُوَ عِصْمَةُ أَمْرِنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا
دُنْيَانَا اَلَّتِي فِيْهَا مَعَاشُنَا، وَأَصْلِحْ لَنَا آخِرَتَنَا اَلَّتِيْ
هِيَ مَعَادُنَا، وَاجْعَلِ الْحَيَاةَ زِيَادَةً لَنَا فِي كُلِّ خَيْرٍ،
وَالْمَوْتَ رَاحَةً لَنَا مِنْ كُلِّ شَرٍّ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَسْأَلُكَ فَوَاتِحَ الخَيْرِ وَخَوَاتِمَهُ وَجَوَامِعَهُ، وَأَوَّلَهُ
وَآخِرَهُ، وَنَسْأَلُكَ الدَّرَجَاتِ العُلَى مِنَ الجَنَّةِ يَا رَبَّ
العَالَمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
إِنَّا نَعُوْذُ بِكَ مِنْ زَوَالِ النِعْمَتِكَ، وَتَحُوُّلِ عَافِيَتِكَ،
وَفُجَاءَةِ نِقْمَتِكَ، وَجَمِيْعَ سَخَطِكَ.
اَللَّهُمَّ
أَعِنَّا وَلَا تُعِنْ عَلَيْنَا، وَانْصُرْنَا وَلَا تَنْصُرْ عَلَيْنَا،
وَامْكُرْ لَنَا وَلَا تُمْكِرْ عَلَيْنَا، وَاهْدِنَا وَيَسِّرْ لَنَا،
وَانْصُرْنَا عَلَى مَنْ بَغَى عَلَيْنَا.
اَللَّهُمَّ
اجْعَلْنَا لَكَ ذَاكِرِيْنَ، لَكَ مُخْبِتِيْنَ، لَكَ أَوَّاهِيْنَ مُنِبِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
تَقَبَّل تَوْبَتَنَا، وَاغْسِلْ حَوْبَتَنَا، وَثَبِّتْ حُجَّتَنَا، وَاسْلُلْ
سَخِيْمَةَ قُلُوْبِنَا.
اَللَّهُمَّ
وَفِّقْ إِمَامَنَا وَوَلِّيَ أَمْرِنَا لِمَا تُحِبُّ وَتَرْضَى، اَللَّهُمَّ
وَفِّقْهُ لِهُدَاكَ، وَاجْعَلْ عَمَلَهُ فِي رِضَاكَ يَا رَبَّ العَالَمِيْنَ،
وَوَفِّقْ نَائِبِيْهِ لِكُلِّ خَيْرٍ يَا أَرْحَمُ الرَّاحِمِيْنَ.
اَللَّهُمَّ
وَفِّقْ جَمِيْعَ وُلَاةَ أُمُوْرِ المُسْلِمِيْنَ لِلْعَمَلِ بِكِتَابِكَ
وَتَحْكِيْمِ شَرْعِكَ يَا أَرْحَمُ الرَاحِمِيْنَ.
رَبَّنَا
ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُونَنَّ
مِنَ الْخَاسِرِينَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِإِخْوَانِنَا الَّذِينَ
سَبَقُونَا بِالْإِيمَانِ وَلَا تَجْعَلْ فِي قُلُوبِنَا غِلًّا لِلَّذِينَ
آمَنُوا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوفٌ رَحِيمٌ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا
حَسَنَةً وَفِي الْآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ.
إِنَّ
اللَّهَ يَأْمُرُ بِالْعَدْلِ وَالْإِحْسَانِ وَإِيتَاءِ ذِي الْقُرْبَىٰ
وَيَنْهَىٰ عَنِ الْفَحْشَاءِ وَالْمُنْكَرِ وَالْبَغْيِ ۚ يَعِظُكُمْ لَعَلَّكُمْ
تَذَكَّرُونَ.
عِبَادَ
اللهِ: اُذْكُرُوْا اللهَ يَذْكُرْكُمْ، وَاشْكُرُوْهُ عَلَى نِعَمِهِ يَزِدْكُمْ
، ) وَلَذِكْرُ اللَّهِ أَكْبَرُ وَاللَّهُ يَعْلَمُ مَا
تَصْنَعُونَ(
Diterjemahkan
dari khotbah Jumat Syaikh Abdul Bari bin Iwadh ats-Tsubaiti (Imam dan Khotib
Masjid Nabawi).
Oleh Ustadz Firanda Andirja
Oleh Ustadz Firanda Andirja